Nabi Syits adalah putra ketiga Nabi Adam dan Hawa, yang dikenal dalam Islam sebagai nabi dan penerus ajaran tauhid yang ditinggalkan ayahnya. Nama Syits sendiri berarti “karunia” atau “pemberian”, karena dipercaya bahwa Allah memberinya kepada Nabi Adam sebagai pengganti Habil yang dibunuh oleh saudaranya, Qabil.
Lahirnya Nabi Syits
Setelah Habil meninggal, Nabi Adam dan Hawa merasa sangat sedih. Beberapa waktu kemudian, Allah mengaruniakan seorang anak kepada mereka yang mereka beri nama Syits. Nabi Syits lahir untuk menggantikan posisi Habil dan melanjutkan ajaran-ajaran kebenaran yang dibawa oleh ayahnya.
Nabi Syits tumbuh menjadi seorang yang saleh, cerdas, dan memiliki kebijaksanaan yang tinggi. Nabi Adam sangat mempercayainya dan mengajarkan kepadanya segala pengetahuan yang diberikan Allah, termasuk tentang iman dan cara-cara ibadah yang benar. Nabi Syits dikenal sangat taat kepada Allah dan menjauhi segala perbuatan yang bertentangan dengan ajaran-Nya.
Nabi Adam menerima wahyu dari Allah bahwa Syits adalah penerus yang akan melanjutkan tugas kenabiannya dan memimpin umat manusia dalam kebenaran. Setelah Nabi Adam wafat, Nabi Syits diangkat menjadi nabi untuk memimpin kaum yang taat kepada Allah dan menjauhkan mereka dari perbuatan dosa.
Tantangan dalam Menyebarkan Ajaran
Pada masa itu, masyarakat mulai terpecah menjadi dua kelompok besar. Di satu sisi, ada kelompok yang masih teguh memegang ajaran Nabi Adam yang dipimpin oleh Nabi Syits. Mereka tinggal di pegunungan dan hidup dalam kesederhanaan serta ketaatan kepada Allah.
Di sisi lain, kelompok yang mengikuti Qabil hidup di lembah, di mana mereka mulai tergoda oleh berbagai kenikmatan duniawi dan mulai melupakan ajaran-ajaran Allah. Mereka mengembangkan musik, tari-tarian, dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang menjauhkan mereka dari ibadah.
Nabi Syits selalu memperingatkan kaumnya untuk tidak tergoda oleh kelompok Qabil dan terus beribadah kepada Allah dengan cara yang benar. Ia senantiasa mengajarkan kepada umatnya pentingnya berdoa, beribadah, serta hidup sesuai dengan tuntunan Allah agar mendapatkan rahmat dan keselamatan di dunia dan akhirat.
Peninggalan Nabi Syits
Dalam tradisi Islam, Nabi Syits dikenal sebagai nabi yang menerima kitab-kitab kecil yang disebut “Shuhuf” dari Allah. Kitab-kitab ini berisi petunjuk-petunjuk yang lebih rinci mengenai cara beribadah, aturan-aturan hidup, dan panduan untuk tetap berada di jalan yang lurus.
Selain itu, Nabi Syits juga dipercayai sebagai orang pertama yang memahami dan menguasai astronomi serta ilmu hitungan, yang ia wariskan kepada umatnya. Dengan bimbingan Nabi Syits, umat manusia pada masa itu mendapatkan pengetahuan yang lebih luas tentang penciptaan alam semesta dan tanda-tanda kekuasaan Allah di langit dan bumi.
Akhir Kehidupan Nabi Syits
Nabi Syits wafat pada usia yang sangat lanjut, dan ia dimakamkan di tempat yang sama dengan ayahnya, Nabi Adam. Sebelum wafat, Nabi Syits menurunkan ajaran-ajaran dan petunjuk dari Allah kepada keturunannya, terutama kepada anaknya Anusy, yang kemudian melanjutkan tugas kenabian setelahnya.
Nabi Syits merupakan sosok yang dijadikan panutan dalam hal ketaatan kepada Allah, kesederhanaan, dan keistiqamahan dalam menghadapi godaan duniawi. Kehidupannya menjadi contoh bagi generasi selanjutnya untuk tetap setia berpegang pada ajaran-ajaran Allah dan menjauhi perbuatan yang dapat menyesatkan.
Itulah perjalanan hidup Nabi Syits dalam pandangan Islam, di mana beliau menjadi sosok yang menjaga dan melanjutkan pesan-pesan tauhid dari Nabi Adam serta berperan dalam menjaga keimanan umat manusia dari pengaruh-pengaruh buruk di sekitarnya.