Khalid bin Walid adalah salah satu tokoh besar dalam sejarah Islam, dikenal dengan julukan Saifullah al-Maslul atau Pedang Allah yang Terhunus. Beliau lahir sekitar tahun 592 M di Mekah, dalam keluarga Bani Makhzum, salah satu suku Quraisy yang terkenal. Ayahnya, Walid bin al-Mughira, adalah seorang pemimpin Quraisy yang dihormati dan kaya. Kehidupan Khalid sejak kecil hingga dewasa dipenuhi dengan latihan fisik dan militer, membuatnya menjadi salah satu prajurit Quraisy yang paling ditakuti.
Awal Kehidupan dan Peran di Perang Uhud
Sebelum masuk Islam, Khalid bin Walid merupakan seorang yang sangat menentang dakwah Nabi Muhammad SAW. Pada Perang Uhud (625 M), Khalid berperan penting dalam kemenangan pasukan Quraisy melawan kaum Muslimin. Ia memimpin pasukan berkuda yang menyerang balik kaum Muslimin yang lengah setelah mereka sempat menang. Serangan balik ini menyebabkan kekalahan besar bagi umat Islam dan banyak sahabat Nabi yang gugur. Namun, peristiwa ini justru menjadi salah satu bagian penting dalam perjalanan Khalid menuju Islam.
Masuk Islam
Setelah peristiwa Perjanjian Hudaibiyah (628 M), Khalid mulai merasakan kegelisahan. Dia mulai memikirkan arah hidupnya, hingga akhirnya hatinya terbuka untuk menerima Islam. Khalid bin Walid masuk Islam pada awal tahun 629 M bersama dengan sahabatnya, Amr bin Ash, dan Utsman bin Talhah. Kedatangannya ke Madinah disambut hangat oleh Nabi Muhammad SAW, dan sejak saat itu, Khalid menjadi salah satu panglima yang sangat diandalkan oleh Nabi.
Perang Mu’tah: Bukti Keberanian Khalid
Salah satu momen penting dalam kehidupan Khalid adalah perannya dalam Perang Mu’tah (629 M), di mana ia menunjukkan kepemimpinannya yang luar biasa. Perang ini terjadi antara kaum Muslimin melawan pasukan Bizantium, yang jumlahnya jauh lebih besar dari pasukan Muslim. Dalam pertempuran ini, tiga panglima Muslim sebelumnya, termasuk Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, gugur di medan perang. Setelah mereka gugur, Khalid mengambil alih komando dan berhasil menyelamatkan pasukan Muslim dari kekalahan telak dengan taktik militer yang cerdas. Nabi Muhammad SAW kemudian memberinya gelar “Saifullah” (Pedang Allah) karena kepemimpinannya yang luar biasa dalam pertempuran tersebut.
Keberhasilan di Era Khalifah Abu Bakar
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada 632 M, Khalid terus melanjutkan perannya sebagai panglima perang di era Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq. Saat itu, Khalid diberi tanggung jawab besar dalam menghadapi berbagai pemberontakan di Jazirah Arab, terutama dalam Perang Riddah, yaitu perang melawan suku-suku yang murtad setelah wafatnya Nabi.
Khalid berhasil mengalahkan pasukan Musailamah al-Kadzab dalam Perang Yamamah (632 M), yang menjadi salah satu kemenangan penting umat Islam dalam menyatukan kembali Jazirah Arab di bawah kekuasaan Islam.
Penaklukan Persia dan Romawi
Peran Khalid tidak hanya terbatas pada wilayah Arab. Di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, Khalid dikirim ke wilayah Persia dan Romawi. Dalam berbagai pertempuran, Khalid menunjukkan keahlian militer yang luar biasa. Di antaranya, Perang Yarmuk (636 M) yang menjadi salah satu kemenangan terbesar umat Islam melawan Kekaisaran Bizantium. Pertempuran ini membuka jalan bagi penaklukan Syam dan mengukuhkan Islam di wilayah tersebut.
Akhir Kehidupan Khalid bin Walid
Meskipun Khalid dikenal sebagai salah satu panglima perang terbesar dalam sejarah, Khalifah Umar bin Khattab memutuskan untuk menariknya dari jabatan militer. Alasan penarikan ini adalah karena Umar ingin menunjukkan bahwa kemenangan umat Islam bukan hanya karena Khalid, tetapi karena pertolongan dari Allah SWT. Khalid menerima keputusan ini dengan penuh kerendahan hati dan menghabiskan sisa hidupnya di Homs, Suriah.
Khalid bin Walid meninggal dunia pada tahun 642 M dalam usia sekitar 50 tahun. Meskipun beliau meninggal di tempat tidur, Khalid sering berkata, “Tidak ada satu jengkal pun di tubuhku kecuali ada bekas luka pedang, panah, atau tombak, namun kini aku mati di atas kasur seperti unta yang tua.”
Khalid bin Walid adalah sosok pahlawan yang hidup dalam keberanian dan kecerdasan, yang tetap diingat hingga kini sebagai salah satu panglima perang terbesar dalam sejarah umat Islam.