Setelah Sayed Idrus menetap untuk tinggal di Palu, beliaupun mengadakan peninjauan dimana nanti tempat mendirikan gedung Madrasah. Dimalam harinya beliau bermimpi ada cahanya yang turun dari langit yang menunjukan lokasi pembangunan gedung madrasah. Maka beliaupun membangun Madrasah Alkhairaat pada lokasi tersebut, Jalan Sis Aljufri Palu. yaitu pada Madrasah tua disamping Mesjid Alkhairaat yang bangunannya masih tetap dipertahankan.
Dari sinilah kemudian berkembanglah perguruan Islam Alkhairaat sampai kedaerah diluar Kota Palu. (Sumber cerita H. Rustam Arsyad).
“Suatu waktu Sayed Idrus (Guru Tua) bersama beberapa muridnya mengadakan inspeksi Madrasah diwilayah Swabraja Moutong. Setibanya di Tinombo, rombongan menuju rumah kerajaan, bertepatan pada waktu itu raja H. K. Tombolotutu “Tuti” Kakek dari Risal Tombolotutu (saat ini Bupati Parigi Moutong)” tidak berada ditempat, Dirumah kerajaan yang didapati hanya Boki (panggilan terhadap istri raja). Kedatangan rombongan ini menggelisahkan Boki, karena persiapan kebutuhan untuk melayani tamu tidak mencukupi. Guru Tua rupanya telah mendapatkan firasat, maka ditemuinya Boki dan mengatakan : “Boki tidak perlu gelisah, yang pokok Boki dengan senang hati dapat menerima kami menginap disini. Karena kami telah meniatkan dari Palu, bahwa kalau datan di Tinombo, akan tidur dirumah kerajaan”. Sementara Guru Tua duduk-duduk diserambi depan kerajaan tiba-tiba seekor rusa melompat pagar kerajaan menuju serambi bagian utara didepan kerajaan, sekaligus terduduk didepan tangga kerajaan.
Melihat kedatangan rusa tersebut, spontan Guru Tua berteriak “Mahfud, ambil parang” (dalam bahasa Arab) dengan segera Mahfud mengambil parang dan memberikannya. Saat itu Mahfud Godal belum mengetahui untuk apa kegunaan parang yang dimintai oleh Guru Tua itu. Rupanya parang tersebut digunakan untuk menyembelih rusa yang telah tersungkur itu, kemudian Guru Tua menyembelih rusa itu. Cerita ini di benarkan H.Yaumin Budullah Pensiunan Guru, Penilik Sekolah, Tinombo, dan Rate (Papa Kiman Murid Uztad Rasyid (Guru Tua), Masyarakat Malanggo diceritakan saat perjalanan ke Dondo (12/6/2019).
Perjalanan Guru Tua ke Desa Malanggo untuk membuka sekolah Alkhairat sekaligus mengantarkan Murid dan sekaligus Guru Madrasa Ibtidaiyah, Uztad Rasyid dari Kalukubula, Ujar “Rate” dikenal “Papa Kiman, seorang Murid Uzyad Rasyid juga tokoh Masyarakat Malanggo,
Lanjut menuturkan malam itu beberapa tokoh masyarakat dan panitia yang menjemput Guru Tua, mencari kambing, rencana mau di sembeli untuk acara syukuran, pembukaan sekolah Alkhairat Desa Malanggo, dan mendatangi, pengembala kambing yang ada saat itu, dan panitia langsung mendatangi kandangnya dekat pantai Malanggo dan merekapun mengutarakan niat untuk membeli Kambong, buat acara syukuran ke si pengembala Kambing, si pengembala mengelak.
Subhanallah, Masya Allah, Esok Pagi harinya apa yang terjadi, kandang si pengembala yang ada dekat persawahan pantai Desa Malanggo di Genangi Air Pasang, dan kambing semua di bawa air pasang dan beberapa di ekor ditemukan masyarakat diatas pohon bakau,..
Sebagai seorang ulama yang ikhlas beliau diberikan kelebihan oleh Allah SWT berupa karamah. Karamah adalah kelebihan yang dimiliki oleh seseorang yang bagi manusia biasa merupakan sesuatu yang mustahil. Orang yang mendapatkan karamah ini adalah seorang yang sangat dekat dengan Allah SWT biasa disebut dengan “Waliullah” atau orang-orang menyebutnya wali.
Sang ‘Guru Tua’ adalah Pendiri Pusat Perguruan Islam ‘Al Khairaat’ di Palu, Sulawesi Tengah. Tepatnya Sabtu 15 Juni 2019 Masyarakat Sulteng akan memperingati HAUL GURU TUA Ke 51 Tahun.
Guru Tua Wafat, pada hari senin, 22 Desember 1969 atau 12 syawal 1389 H, jam 02.40 dini hari, saat ini makamnya di mesjid Alkhairat.
Sumber Cerita: https://infodesa.id/2019/06/alkisah-karamah-guru-tua-pendiri-pusat-perguruan-islam-al-khairaat-di-palu/