Urwah Bin Zubair Melawan Sakit Dengan Zikir Dan Merasakan Dahsyatnya Zikir Kepada Allah

kisah Islami Kisah Tabiin

 

Ketakwaan terhadap Allah bisa mengalahkan rasa sakit yang luar biasa sekalipun. Hal ini ditunjukkan oleh Urwah Bin Zubair ketika kakinya hendak diamputasi.

Urwah Bin Zubair sendiri merupakan anak dari sahabat Rasulullah, Zubair bin Awwam, sedangkan ibunya Asma binti Abu Bakar as-Shidiq, dijuluki dzatun nithaqain (pemilik dua ikat pinggang).

Dikutip dari laman Tebuireng yang mengutip dari buku 101 Kisah Tabi’in (2006:681), Urwah yang lahir di Madinah pada 644 M adalah salah satu generasi tabi’in yang merupakan tokoh ilmu Fikih di kota Madinah. Beliau mengkhatamkan seperempat Alquran setiap siang dengan membuka mushaf, lalu ketika shalat malam membaca ayat-ayat Alquran dengan hafalan.

Rutinitas itu tak pernah ia tinggalkan sejak masih remaja hingga wafat, melainkan ada satu peristiwa yang terjadi padanya sehingga ia harus melewatkan rutinitas tersebut.

Suatu ketika di zaman khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, khalifah ke-6 Bani Umayyah, Allah menguji Urwah dengan cobaan yang tak seorang pun mampu melewatinya, kecuali hatinya telah penuh keimanan dan keyakinan.

Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik mengundang Urwah ke Damaskus untuk menemuinya. Urwah memenuhi undangan tersebut dan mengajak putra tertuanya.

Khalifah pun menyambut Urwah bin Zubair dengan hangat. Namun saat di sana, Allah berkhendak lain. Ketika putra Urwah memasuki kendang kuda Walid untuk bermain dengan kuda-kuda yang ada di sana, salah satu kuda menendang putra Urwah hingga meninggal seketika.

Belum berakhir kesedihan Urwah bin Zubair atas kepergian anaknya, salah satu kakinya terkena penyakit ganas seperti tumor yang dapat menjalar ke seluruh tubuhnya.

Karena hal itu, Khalifah memanggil para dokter yang terbaik untuk menyembuhkan penyakit yang dialami oleh Urwah, tetapi para dokter sepakat bahwa tidak ada cara lain untuk menyembuhkannya selain dengan mengamputasi kaki Urwah, sebelum penyakit itu menjalar ke seluruh tubuh. Saat itu tidak ada lagi alasan untuk menolaknya..

Ketika dokter bedah datang membawa segala peralatan untuk mengamputasi kakinya, dokter tersebut berkata pada urwah,

 “Menurutku engkau harus meminum sesuatu yang memabukkan supaya tidak merasa sakit ketika kaki dipotong.” Urwah menolak, “Tidak, itu tidak mungkin. Aku tidak akan menggunakan sesuatu yang haram terhadap kesembuhan yang aku harapkan”. Dokter itu berkata lagi,

 “Kalau begitu, aku akan membiusmu.” Urwah berkata “Aku tidak ingin kalau ada satu dari anggota tubuhku yang diambil, sedangkan aku tidak merasakan sakitnya. Aku hanya mengharap pahala di sisi Allah atas hal ini.”

 Ketika proses pembedahan hendak dimulai, datanglah beberapa orang kepada Urwah. Urwah berkata “Untuk apa mereka datang?”.

 Ada yang menjawab “Mereka didatangkan untuk memegangmu, barangkali engkau merasakan sakit yang amat sangat, lalu menarik kaki dan akhirnya akan membahayakan dirimu sendiri.” 

 Urwah menimpali, “Suruh mereka kembali, aku tidak membutuhkan mereka dan merasa cukup dengan zikir dan tasbih yang aku ucapkan.”

 Kemudian dokter mendekatinya dan mulai mengamputasi dagingnya dengan alat bedah, lalu sampai ke tulang. Dokter menggunakan gergaji untuk mengamputasinya, Seraya Mengucapkan

“La ilaha Illallah, wallahu Akbar”. Dokter terus mengamputasinya, dan Urwah, bibirnya terus mengucapkan tahlil dan takbir hingga kaki Urwah terpotong, kemudian dipanaskan minyak dalam bejana besi. 

Kemudian kakinya dicelupkan ke dalamnya untuk menghentikan pendarahan dan menutup luka. Ketika itulah, Urwah pingsan sekian lama dan menghalanginya untuk membaca Alquran pada hari itu. Ketika sadar, Urwah meminta potongan kakinya lalu mengelus dan menimangnya seraya berkata: 

 “Sungguh, demi zat yang mendorongku untuk mengajakmu berjalan di tengah malam menuju masjid, Dia Maha mengetahui bahwa aku tidak pernah sekali pun membuatmu berjalan kepada hal yang haram.” 

 Demikian dikutip dari laman Tebuireng sebagaimana dipaparkan mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari Jombang, Zulfikri, yang disarikan dari buku 101 Kisah Tabi’in (2006:681).

Sumber: okezone dan Alkisah Media

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *